This is our daily calling, our lifetime search. –Bert B Beach, Ph.D.

BEBERAPA tahun lalu, Indonesia Publishing House, menerbitkan sebuah buku terjemahan yang berjudul, “Pertobatan Seorang Pendeta.” Isinya  tentang pengalaman kerohanian seorang pendeta yang diterbitkan oleh percetakan kita di luar negeri.  Judul buku ini ditanggapi oleh beberapa pembaca termasuk juga  pendeta. “Mengapa memilih judul buku seperti itu?” “Apakah memang demikian judul  buku aslinya?” “Apakah  pertobatan itu sebelum atau sesudah ia menjadi pendeta?” Ada yang menanggapi datar, “ Biarkan buku itu dengan judul yang ada karena  pendeta adalah manusia biasa!”

Pengertian Dasar “Spirituality”

KALAU kamus Indonesia menerjemahkan, “spirituality,” sebagai “bathin” “rohani”   dan menurut Webster, “spirituality is something that in ecclesiastical law belongs to the church or a cleric as such,” maka tema kita bulan ini, “A Pastor’s Spirituality, kita batasi pengertian dasarnya adalah “Kerohanian Seorang Pendeta.” Yang dimaksud adalah pendeta Gereja Advent Hari Ketujuh. Jika kita mengakui bahwa  soal “kerohanian” itu terkait pula dengan “pertobatan” maka tidak perlu kita tanggapi berlebihan  judul buku tersebut diatas. Dizaman  bangsa Israel dulu. definisi “spirituality”, “is a life lived within the framework defined by God’s saving acts in his history with his people,”—“Theological Dictionary of the Bible, Wolter Elwell, Ed.” Dalam pengertian ini adalah suatu pernyataan  hubungan yang erat antara manusia dengan Tuhan sebagai sumber kekudusan, kuasa dan kekuatan rohani, yang mencakup penyampaian doa, pujian, syukur, permohonan, pengampunan dan pertobatan.  Karena itu kita berdoa, “Tunjukkanlah jalan-Mu kepadaku, ya Tuhan, dan tuntunlah aku di jalan yang rata” (Maz 27:11)

Setelah menyeberangi  Laut Teberau, Musa dan orang Israel bernyanyi: “Siapakah yang seperti Engkau diantara para allah, ya Tuhan, siapakah seperti Engkau, mulia karena kekudusan-Mu, menakutkan karena perbuatan-Mu yang masyhur, Engkau pembuat keajaiban? (Kel 15:11) Ini pula yang dikemukakan oleh Pemazmur, “Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah, jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup, Bilakah aku boleh datang melihat Allah?” (Maz 42:2,3) “Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus kepada-Mu, tubuhku rindu kepada-Mu seperti tanah yang kering dan tandus, tiada berair.” (Maz 63:2).

Semakin erat dan intim hubungan seseorang dengan Tuhannya, semakin tinggi pula kerohanian orang itu, kebalikannya semakin lemah hubungan itu, semakin  rendah pula hidup kerohaniannya. Karena itu, untuk memiliki suatu kehidupan “kerohanian yang benar,” jiwa kita senantiasa, haus, mencari dan merindukan Tuhan,” dalam doa dan mempelajari Alkitab.

Oswald Chambers mengatakan, “The revelation of our spiritual standing, is what we ask in prayer; sometimes what we ask is an insult to God; we ask with our eyes on the possibilities or on ourselves, not on Jesus Christ.” Kerohanian kita sebagai pendeta dan gembala dalam pelayanan pekerjaan Tuhan akan semakin kuat bilamana perhatian dan pandangan kita tertuju  kepada Yesus Kristus, bukan kepada  diri kita. Herbert E. Douglass,  menekankan , “Spiritual growth is the natural result of having Christ in the heart. If He is living in us, He will reproduce His character in our life.” Jika demikian  kerohanian seorang pendeta, bukanlah “kerohanian formalitas,” yang hanya tampak diluar, melainkan meliputi seluruh aspek kehidupannya,  pikiran, tutur kata, dan prilaku, karena ia telah  menerima Kristus dalam hatinya.

Proses Pertumbuhan Kerohanian

Kerohanian seorang Kristen mulai bertumbuh ketika dia menerima Yesus dalam hidupnya, menerima panggilan-Nya, ia dilahirkan kembali dan pertobatan. Selanjutnya ia berjalan dalam kesucian hidup karena kehidupan yang rohani terkait erat dengan kekudusan. Tujuan dari proses pertumbuhan kerohanian dinyatakan oleh Rasul Paulus sebagai berikut , “supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu. dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.” (Eps 4:23, 24)

Pernah saya membaca sebuah artikel yang menyangkut pertumbuhan kerohanian menyebutkan, “No Bible, No Breakfast.” Sejak waktu itu saya telah mulaikan cara ini,  yaitu saya  tidak akan sarapan pagi sebelum membaca dan merenungkan Firman Tuhan. Saya kembangkan lagi satu kebiasaan  bahwa setiap bangun pagi tidak akan berbicara tentang rencana hari itu dengan anggota keluarga atau menerima telepon sebelum terlebih dahulu saya berbicara dengan Tuhan! Tuhan harus menjadi prioritas dalam hidup! Kebiasaan ini telah menolong saya dalam kehidupan rohani saya tiap hari. Untuk dapat melakukan kebiasaan ini, ditentukan oleh kuasa karunia Tuhan untuk mengendalikan pikiran yang berperan memilih  dan menentukan karena saya diciptakan dengan “kebebasan memilih.” Sebagai pendeta sama halnya dengan manusia lain pada umumnya, seringkali terlalu banyak persoalan yang masuk ke dalam pikiran kita sehingga  mempengaruhi kerohanian kita. Berbagai hal yang kita pikirkan jika tidak dikendalikan dengan benar akan  menjadi penghalang yang membahayakan pertumbuhan kerohanian  kita.

Penghalang yang membahayakan kerohanian

Proses pertumbuhan kerohanian kita setiap hari dihadapkan kepada berbagai gangguan yang menghalangi sehingga ada yang menyebutnya sebagai “musuh kerohanian.”

Bahan bacaan, Dunia modern sedang dibanjiri oleh berbagai ragam bahan bacaan. Sebagai pendeta, bahan bacaan apakah yang menjadi kegemaran kita? Ellen G White, dalam bukunya,”Messages to Young People , pp 272,273, menasihati kita “The readers of fiction are indulging an evil that destroys spirituality, eclipsing the beauty of the sacred page. It creates an unhealthy excitement, fevers the imagination, unfits the mind for usefulness, weans the soul for prayer, and disqualifies it for any spiritual exercise. …/discard all trashy reading. It will not strengthen your spirituality, but will introduce  into the mind sentiments that pervert the imagination, causing you to think less of Jesus and to dwell less upon His precious lessons.”

Hiburan, Seorang teman pendeta pernah mengatakan kepada saya, bahwa ada film tertentu di channel TV yang dia tidak bisa lewatkan. Ia harus ikuti cerita film itu pada waktunya, kalaupun diluar kota ia berupaya untuk menonton.

Rekreasi, sebagai pendeta dan gembala, kita perlu rekreasi yang sehat, namun sering pada waktu yang sama acara rekreasi di padukan dengan acara pergaulan duniawi. Kehadiran seorang pendeta  dalam acara serupa itu, harus menjadi berkat bukannya terpengaruh mengikuti gaya duniawi.

Pergaulan, dalam zaman tehnologi sekarang ini dengan berbagai peralatan canggih, laptop, celphone (sms), semuanya dapat digunakan untuk mempercepat komunikasi dan pekerjaan Tuhan. Tetapi tidak jarang alat-alat ini digunakan pula  untuk “komunikasi terselubung” yang merusak kerohanian, rumah-tangga dan menjatuhkan!

Meninggikan Kerohanian

Dalam pengalaman saya, sebagai pendeta, saya menyadari sebagai manusia biasa tidak lepas dari kelemahan seperti halnya anggota-anggota jemaat. Walau demikian, saya merasa bahwa mustahil bagi saya  berkhotbah untuk meninggikan kerohanian anggota jemaat, jika kerohanian saya sendiri berada dibawah titik kerohanian anggota! Karena itu, bagi saya setiapkali mempersiapkan khotbah atau menulis artikel, terlebih dahulu saya sendiri sudah  harus  menjiwai atau menghidupkan dalam diri saya sendiri tulisan dan bahan khotbah  yang dikhotbahkan itu melebihi para pembaca atau pendengar khotbah.

Sudah tentu dari sekian banyak buku di perpustakaan pribadi saya, Alkitab dalam beberapa versi adalah yang utama. Kemudian buku-buku Roh Nubuat, oleh Ellen.G White, dan cukup banyak buku oleh penulis-penulis terkenal dari gereja kita. Saya berpendapat bahwa semua pendeta kita, wajib membaca setiap lembar majalah  Ministry, (atau terjemahan) dan jika memungkinkan ikuti juga artikel-artikel para scholar kita, dalam ATS  (Journal  of the Adventist Theological Society). Pengalaman saya hingga saat ini buku kecil “Steps to Christ,” oleh Ellen G White, menjadi bacaan saya berulang kali, karena banyak sekali petunjuk  bagi kerohanian saya. “Kerohanian seorang Pendeta”  adalah panggilan setiap hari dan harus dikejar seumur hidup!

Leave A Comment